Jumat, 23 Desember 2011

KITA BISA, KITA MAMPU MARI KITA BUKTIKAN !


Mendengar berbagai diskusi tentang karakter bangsa Indonesia saat ini selalu saja diidentikkan dengan konsumerisme dan bangsa pemalas. Minimalnya produk industri Indonesia serta membanjirnya produk asing di negeri ini menjadi justifikasi akan statement tersebut. Ditambah pelajar-pelajar yang hobinya nongkrong seakan berada dalam dunia mimpi. Belum lagi saat menyusuri jalan-jalan perkotaan tiada sudut tanpa pengamen dan pengemis.
Ternyata hal ini tidak saja dipertontonkan oleh kaum muda dan kaum prasejahtera negeri ini. Para elit pejabatpun tak kalah memberikan pembenaran akan jati diri bangsa yang rendah itu. Semua orang telah sukses dipertontonkan aksi malas anggota legislatif yang tukang tidur dan suka nonton video porno di kala membahas agenda tentang rakyat yang diwailinya. Tak diragukan lagi hal ini menambah daftar degradasi karakter bangsa ini.
Lalu benarkah bangsa Indonesia yang terlahir atas pertumpahan darah dan rentetan sejarah pemberontakan adalah bangsa konsumtif dan pemalas? Ataukah ini hanya sebuah stereotip buruk yang sengaja dibuat untuk menjatuhkan mental berjuang bangsa ini yang sebenar-benarnya?
Bila mengacu pada sejarah negeri, yang dahulunya dikenal sebagai nusantara, kita akan terpukau akan kejayaan kerajaan-kerajaan seperti Majapahit dan Sriwijaya pada abad ke-7 dan ke-14. Kekuasaan nusantara dahulunya merambah hingga Semenanjung Melayu  dan sebagian Filipina. Apakah mungkin prestasi ini dicapai dengan kemalasan dan konsumerisme yang kerap kali menghantui telinga kita. Tentu tidak. Sejarah kita bukan sejarah pemalas, melainkan justru terdiri dari torehan pejuang dan pemberani.
Saya rasa kita tidak akan lupa dengan lagu ‘nenek moyangku seorang pelaut’ yang masih kerap diperdengarkan di telinga kita kala kecil. Itu bukan sebuah pengiring dongeng fiksi atau pembohongan bagi anak-anak bangsa. Itu sebuah realita karakter bangsa ini yang pemberani. Hal ini telah dibuktikan oleh seorang peneliti mancanegara Robert Dirk Read dalam penelitiannya (Buku yang berjudul The Phantom Voyager: Evidence of Indonesian settlement in Africa in Ancient Times), mengungkapkan bukti-bukti bahwa para pelaut nusantara telah menaklukan samudra jauh sebelum bangsa Eropa, Arab dan Cina memulai penjelajahan bahari mereka. Sejak abad ke-5 M para pelaut Nusantara telah mampu menyebrangi samudra Hindia hingga mencapai Afrika (source : kaskus).
Bila karakter bangsa kita terdahulu adalah pejuang dan pemberani. Dan nusantara (sebutan sebelum istilah Indonesia) dulunya adalah negeri yang diakui dan ditakuti di dunia. Lalu, apakah karakter kita saat ini karena adanya pernikahan antar bangsa?
Mungkin itu adalah pertanyaan yang cukup lateral dan kita belum bisa membantah atau menjawabnya iya atau tidak. Yang mungkin bisa kita renungkan saat ini adalah regulasi negeri kita yang masih saja kurang memihak pada peningkatan kreatifitas dan inovasi generasi masa kini.
Bila di negeri ini selalu saja dibanjiri produk elektronik asing yang selalu saja laris diserbu oleh rakyat kita, itu bukan sepenuhnya salah. Tentunya dengan aktor intelektual negeri ini yang sekolah tinggi di universitas tehknik bukanlah sesuatu hal yang sulit untuk menciptakan handphone dengan berbagai inovasinya. Namun, apakah memang regulasi kita telah mendukung bagi mereka yang mau merekonstruksi pemikirannya dalam bentuk telepon genggam yang canggih.
Baru-baru ini saya mendengar berita tentang salah satu SMK di Indonesia sukses merakit mobil mewah seharga 140 juta rupiah yang belum pernah dibuat sebelumnya. Masih berani bilang bangsa kita pemalas atau konsumtif?
Atau mungkin teman-teman juga pernah dengar mobil buatan mahasiswa tehknik ITB yang membuat mobil dengan tenaga surya.
Bangsa kita telah tergerus arus sistem dan regulasi yang memendam semangat kreatifitas dan inovasi masyarakat kita. Dan, sayangnya ini lebih banyak dilakukan oleh bangsa sendiri.
Bukan saatnya lagi kita merasa minder dengan bangsa lain. Kita punya masa lalu yang masif. Tinggal bagaimana kita bisa menggugat regulasi yang tidak berpihak terhadap bangsa ini dan mulai membangun kembali jati diri bangsa.
Bila dahulu pada masanya Soekarno berusaha untuk membangun monas. Itu bukan sekedar membangun sebuah monumen semata yang hanya bertujuan gaya-gayaan. Melainkan Soekarno ingin membangun rasa percaya diri dan semangat kecintaan akan bangsa. Karena beliau percaya bahwa kondisi bangsa bekas jajahan tentu perlu pemulihan masif.
Bung Karno tidak ingin bangsa ini selalu merangkak, menunduk, dan bahkan berlutut dihadapan bangsa dan negeri Eropa. Monas ingin dijadikan sebagai pembangkit semangat dan kepercayaan diri serta awal dari perjuangan untuk berani tegak berdiri untuk mencapai kemerdekaan yang sebenar-benarnya.
Kita sudah punya monas, dan negeri ini kita telah lebih dari sekedar ketinggian monas. Mari kita lanjutkan perjuangan kita sebagai bangsa yang berani dan bersemangat juang tinggi. Kobarkan kembali semangat dan hilangkan stereotip pemalas dan konsumtif dari jagad raya Indonesia. Merdeka!!!

Jumat, 25 November 2011

Terima Kasih


Jika anda karyawan kantor kita harus berterimakasih kepada tim kerja kita di kantor baik anak buah, atasan, rekan kerja atau bahkan suplier karena mereka membantu mensukseskan pekerjaan kita.

Ucapkan terimakasih juga ke kawan atau atasan yang telah mengkritik kita. Kritikan harus kita sikapi positif, artinya orang yang mengkritik kita menginginkan kita lebih maju, mereka tulus memberikan kritik daripada sekedar pujian yang tidak ikhlas dan memabukkan. Jika anda saat ini sudah merasa berhasil, anda harus mengingat-ingat siapa saja yang pernah membantu keberhasilan anda. Mungkin pada saat anda sekolah dulu, anda banyak dibantu oleh orangtua angkat anda di kota anda belajar.

Mungkin Ibu kos waktu itu memberikan keringanan biaya untuk anda. Rencanakan dan luangkan waktu untuk mengunjungi mereka sebagai ungkapan rasa terimakasih. Jika anda sudah berkeluarga, ajak anak dan pasangan anda mengunjungi mereka. Mereka pasti sangat bahagia melihat keberhasilan anda!

Peribahasa China kuno mengatakan bahwa "When eating bamboo sprouts, remember the man who planted them." (Jika anda memakan rebung bamboo, janganlah lupa berterimakasihlah ke penanamnya.).Jika kita sukses janganlah lupa ke orang-orang yang telah membantu kita. Ucapan terimakasih kita pasti tidak akan pernah ditolak lawan bicara kita, bahkan dibalas dengan senyuman yang ramah.

Mungkin Anda pernah terlintas rasa kecewa karena dilahirkan dalam keluarga yang pas-pasan atau bahkan miskin.Mengapa kawan-kawan anda dilahirkan di tengah keluarga kaya, sehingga mereka mendapat warisan yang lebih dari cukup sedangkan anda harus berjuang sendiri untuk hidup.Ucapkan terimakasih ke orangtua anda karena anda sudah dibiayai sekolah meskipun mungkin tidak sampai jenjang setinggi yang anda idam-idamkan.

Berterimakasihlah, karena anda dirawat orangtua Anda dengan penuh kasih sayang. Bayangkan banyak anak-anak terlantar yang tidak semujur anda! Jika anda harus bergulat dengan kerasnya kehidupan maka tetaplah bersyukur ke Tuhan dan berterimakasihlah ke orangtua anda karena anda mendapat kesempatan menemukan jati diri anda untuk bertahan hidup. Perjuangan dan cucuran keringat anda jauh lebih berharga daripada warisan yang anda dapatkan secara mudah!

Pada saat bangun pagi badan rasanya segar, sesegar udara pagi yang kita hirup. Ucapan terimakasih tentu patut kita layangkan ke Tuhan YME. KarenaNyalah kita masih diberikan kesempatan hidup. Kita masih diberikan kesempatan berkarya memberi arti bagi perjalanan nusa dan bangsa.


Terimakasih kepada Tuhan bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja apapun agama, suku dan bahasa Anda.

Terimakasih kepada sesama supaya lebih bermakna bagi yang mengucapkan dan bagi orang yang di tuju hendaklah :
1.      Ucapan terimakasih harus tulus. Katakanlah dengan sungguh-sungguh, masukkan perasaan dan kehidupan agan-aganwati didalam ucapan tersebut. jangan biarkan ucapan "Terimakasih" seperti angin lewat bagi yang mendengarkan, tapi ucapkanlah dengan istimewa sehingga orang tersebut akan mengingatnya

2.      Katakanlah. Dengan jelas, jangan bergumam atau menggumamkan ucapan terimakasih. Katakanlah secara langsung, jangan bertindak seakan-akan setengah malu  karena agan-aganwati mau berterimakasih kepadanya.

3.      Ucapkanlah terimakasih dengan menyebut nama orang tersebut. Personalisasikan ucapan terimakasih dengan menyebutkan nama orang yang agan-aganwati beri ucapan terimakasih. Kalau ada beberapa orang dalam satu kelompok yang agan-aganwati beri ucapan jangan "terimakasih semuanya", tetapi sebutkan nama mereka.

4.      Lihatlah orang yang agan-aganwati beri ucapan terimakasih, jika dia layak menerima ucapan terimakasih, dia pasti layak dilihat dan diperhatikan.

5.      Berusahalah mengucapkan terimakasih kepada orang lain. Secara sadar dan dengan sengaja mulailah mencari hal-hal yang menyebabkan agan-aganwati bisa mengucapkan terimakasih kepada orang lain. dan lakukanlah itu dengan sengaja sampai menjadi kebiasaan.

6.      Ucapkan terimakasih ketika orang lain tidak menduganya. Ucapan "terimakasih" bahkan lebih kuat ketika orang lain tidak mengharapkannya. pikirkanlah lagi jika suatu saat agan-aganwati mendapatkan ucapan "terimakasih" yang manis dari seseorang dan ucapan tersebut tidak terpikirkan oleh agan-aganwati, nah, agan-aganwati akan merasakan kekuatan dari ucapan terimakasih.

Selasa, 22 November 2011



Kawan, usia kita terpaut cukup jauh, tapi itu tidak membuat berkurang rasa bangga kami kepada punggawa garuda muda yang telah berjuang untuk Negara kami. Jangan kau sesali dan berputus asa dari kegagalan mempersembahkan medali emas, tak perlu kalian meminta maaf atas kegagalan ini, karena ini bukan kegagalan kalian, tapi kegagalan generasi kita, generasi yang hidup dalam bayang-bayang rencana yang(mereka) khianati sendiri.

Egi Melgiansyah, ban kapten timnas garuda muda ada di bahu mu, terimakasih atas perujanganmu memimpin rekan satu tim untuk berjuang, berjuang dalam dunia mu, dunia sepak bola yang dulu menjadi dunia kami juga di masa masih anak-anak. Kami tidak rela kalau permainan masa kecil kami jadi bahan perdebatan dan perebutan kekuasaan para pemimpin besar negeri ini.

Kurnia Meiga : gawang bukan semata-mata persoalan kebobolan tetapi masalah menunda kegembiraan membuyarkan impian lawan.

Abdurrahman, Gunawan Dwi Cahyo, Hasyim Kipuw : Kalian adalah lini belakang yang tangguh, bagai benteng terakhir yang kokoh dan tidak mau ditembus oleh serangan musuh. Sebuah pelajaran berharga telah kau berikan kepada kami, dimana generasi dan Negara kami dengan mudahya di intervensi pihak asing.

Diego Michiels, dalam dirimu mengalir darah eropa yang secara umum mempunyai etos kerja yang lebih baik dari kami, terimakasih kamu telah memberikan contoh terbaik bagi kaum pribumi Bangsa kami.

Titus 'Tibo' Bonai, Patrich Wanggai, Okto Maniani : Gocekanmu bagaikan tarian nusantara yang menghidupkan kembali rasa solidaritas, rasa persatuan, dan Nasionalisme. Kalian adalah bukti bahwa Lagu wajib “Dari Sabang Sampai Merauke” ternyata masih hidup di Nusantara ini.

Kamis, 10 November 2011

Wahai Pemimpin Negaraku


Kinerja aparatur negara sebagai salah satu dimensi dari administrasi publik masih menjadi isupenting yang banyak dibicarakan baik oleh para  akademisi maupun praktisi karena  di samping merupakansubstansi utama dalam akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh setiap institusi negara, juga menjadi parameter keberhasilan pencapaian tujuan negara.

Aparatur negara  sebagai intrumen  pilar pengemban amanah pencapaian masyarakat adil dan makmur  hingga saat ini belum  sepenuhnya  mampu memenuhi harapan pemangku kepentingan  (stakeholders) terutama karena kesulitan  dalam menyeimbangkan  tiga  tuntutan kebutuhan  yang  kadang-kadang seiring  tapi tidak  sejalan  yaitu  tuntutan kebutuhan politis,   tuntutan kebutuhan profesionalisme dan tuntutan kebutuhan layak.

Penyebab rendahnya kinerja aparatur negara
Beberapa faktor penyebab  rendahnya kinerja  aparatur negara  bagi pencapaian tujuan negara yaituantara lain:

Pertama, adanya arogansi kekuasaan. Hingga saat ini  kita  masih  melihat,  mendengar dan  bahkan merasakan  adanya arogansi kekuasaan  oknum aparatur negara  yang dilakukan  secara  sistematis tersembunyi maupun secara  terang-terangan.  Pada praktek penyelenggaraan  administrasi pemerintahan daerah arogansi kekuasaan ini terasa sangat kental mulai dari recruitmen , mutasi, rotasi dan promosi  dengan mengangkat pegawai baru melalui penyimpangan aturan dan mengangkat kolega-kolega pada jabatan  tertentu meskipun diyakini bahwa yang bersangkutan tidak akan mampu  mengemban tugas bagi pencapaian visi daerah. Nepotisme dalam segala bentuk dan perwujudannya  berhasil  menyingkirkan meritokrasi yang seharusnya ditaati  oleh para aparat penyelenggara  pemerintahan daerah.

Premanisme  penyelenggaraan  administrasi  pemerintahan daerah sebagai wujud  dari arogansi  kekuasaan  bukanlah isapan jempol.  Kasus semacam ini  terjadi pada banyak  daerah, dimana oknum pimpinan daerah menggunakan para preman untuk mengintimidasi, mengancam physik dan psykhis  kelompok lain (di  dalam  dan di luar struktur pemerintahan daerah) yang dianggap berseberangan atau kurang sepaham, dan jika yang berseberangan atau kurang sepaham tersebut  adalah aparat  pemerintah daerah, maka  upaya pembunuhan karakter dan  pengkerdilan imajinasi dan pemikiran dilakukan melalui pemarkiran  yang  bersangkutan pada jejeran  bangku panjang alias non job seperti  dialami oleh  banyak aparatur pemerintah  pada berbagai daerah di republik tercinta ini.
Arogansi semacam ini tidak hanya  milik dan  terjadi pada ` penyelenggaraan  administrasi pemerintahan daerah, tetapi juga terjadi pada badan atau lembagalembaga pemerintah di tingkat pusat. Arogansi  kekuasaan  ini disebabkan oleh dua hal yaitu ketidaktaatan terhadap peraturan berlaku dan tidak adanya transparansi dalam penyelenggaraan  pemerintahan.

Masalah  kedua yang dihadapi oleh aparatur negara dalam menjalankan tugasnya adalah adanya intervensi berlebihan baik dari supra institusi (institusi  atasnya) maupun infrastruktur politik, terutama partai politik berkuasa. Intervensi  dilakukan mulai dari rekruitment pegawai, penempatan jabatan, promosi sampai pada pemenangan tender proyek, sehingga kemandirian aparatur negara  untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara rasional sulit dilakukan. Dampaknya adalah, aparatur negara berlomba-lomba untuk mendekatkan diri dengan penguasa atau pihak yang mampu mengintervensi, dengan segala cara termasuk menggadaikan profesionalitas,idealisme, prinsip,  dan moral. Asumsi yang dipakai  adalah kedekatan dengan penguasa jauh lebih menguntungkan dibanding memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi  karena lebih memberi peluang untuk mendapatkan kekuasaan, dan jika kekuasaan diperoleh maka peluang untuk mendapatkan pristise dan keuntungan finansial telah terbuka lebar. Cara berpikir konvensional semacam ini  masih dipertahankan dan bahkan dikembangkan oleh tidak sedikit aparatur negara     ditambah  lagi dengan  hedonisme dan ambisi berlebihan akan kekuasaan yang merasuki pikiran aparatur  negara berakibat pada terkurasnya energi  bagi upaya  mendekatkan diri dengan penguasa daripada dimanfaatkan untuk penyelesaian tugas-tugas rutin. Ambisi yang berlebihan  pada akhirnya  dapat mendorong seseorang untuk melakukan jalan pintas, menghalalkan segala cara dengan menabrak rambu-rambu moral, agama dan hukum berlaku.

Masalah ketiga yang dihadapi aparatur negara adalah lemahnya tim kerja (team work) karena dua hal yaitu ketidakmampuan manajerial dan inefisiensi. Telah kita ketahui bersama bahwa administrasi merupakan  proses kerjasama  kelompok orang  yang terorganisir  untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam hal administrasi negara berarti  proses  kerjasama  dari segenap  aparatur negara untuk mencapai tujuan negara. Maknanya adalah perlu adanya kerjasama tim (team work), karena pencapaian tujuan negara hanya mungkin dilakukan jika terjalin kerjasama  antar aparatur negara terkait.

Pada level institusi, lembaga, dinas, biro, bidang, dan lain-lain dalam banyak kasus kerjasama tim tidak dapat tumbuh dengan baik akibat ketidakmampuan pimpinan dalam menggerakkan, mengelola, mengarahkan staf dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Pimpinan  kadang-kadang  sibuk dengan kepentingannya sendiri, fokus perhatiannya tidak pada pencapaian tujuan  dan pengembangan  organisasi tetapi lebih pada upaya agar  jabatannya tetap survive dan langgeng, kurang memiliki komitmen untuk mengembangkan kinerja staf dan organisasi secara keseluruhan. Padahal kita ketahui  bersama hasil penelitian pada banyak negara  hanya sekitar 20 persen dari jumlah pegawai suatu organisasi  yang loyal, berdedikasi dan mampu menangani pekerjaannya secara baik, 60 persen abu-abu dalam arti dapat  loyal, berdedikasi dan bekerja dengan baik asal pimpinan mampu menggerakkan dan mengarahkan mereka, sedang 20 persen sisanya selalu memposisikan diri sebagai musuh pimpinan, yang lebih senang melihat kejatuhan pimpinan dan kegagalan pencapaian tujuan organisasi.

Bagi seorang pimpinan, komitmen melakukan perubahan, mengembangkan aparat, dan meningkatkan  kinerja  adalah penting  untuk dilakukan karena upaya tersebut berkaitan dengan  pencapaian tujuan terlebih  jika organisasi yang dipimpinnya  bersentuhan langsung dengan pelayanan bagi peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat luas. Efisiensi merujuk pada perbandingan terbaik antara hasil dengan usaha(output – input), besaran dana, tenaga, fikiran yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh, besaran / jumlah aparatur negara dengan pekerjaan yang harus ditangani. Dalam banyak hal aparatur negara bekerja sangat tidak efisien, boros, menghambur hamburkan  dana,  mubazir. Banyak dana yang dikeluarkan dengan perolehan hasil yang tidak seimbang baik kualitas maupun kuantitas. Banyak ruang kerja yang bagus-bagus lengkap dengan fasilitas pendingin udara, computer, kulkas, TV, dan lain-lain namun tidak menghasilkan apa-apa. Ratusan bahkan  ribuan pegawai berangkat pagi ke kantor namun tidak berbuat apa-apa hingga tiba waktu pulang kerja pada sore hari selama  berhari-hari,  dan bahkan berminggu. Inefisiensi sekurang-kurangnya terkait dengan tiga hal:

(1) Pengambilan keputusan.
Kekeliruan pimpinan puncak dalam merumuskan kebijakan maupun dalam  menunjuk pejabat pelaksana  untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah dirumuskan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang data  yang benar, atau distorsi informasi diterima pimpinan puncak, sehingga terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, dan hal disebut terakhir berdampak pada inefisiensi organisasi.

(2) Kemampuan kerja (kapasitas) pegawai bersangkutan.
Kemampuan kerja terkait erat dengan kompetensi yang dimiliki aparatur negara  yang  meliputi kompetensi teknis, kompetensi sosial, dan kompetensi intelektual Semakin tinggi kemampuan kerja  pegawai 5 akan semakin efisien dalam bekerja, terutama dilihat dari aspek metode kerja dan penyelesaian masalah.
(3) Semangat dan budaya kerja.
Semangat kerja berhubungan dengan  fighting spirite, daya juang, ambisi,  dan  cita-cita. Sedang budaya kerja terkait dengan persepsi, prinsip, nilai, dan lain-lain  yang terbentuk atas dasar pengalaman dan lingkungan. Semangat kerja yang tinggi dengan didukung oleh budaya kerja yang selalu berorientasi pencapaian kerja (achievement oriented)
akan mengurangi inefisensi.

Model kinerja aparatur negara
Untuk mengatasi  hal-hal  yang saya kemukakan pada bagian awal tulisan beberapa faktor penting yang harus diperhatikan bagi peningkatan kinerja aparatur negara adalah:
1.Komitmen pimpinan
     Komitmen disini diartikan sebagai kemauan yang sungguh-sungguh untuk bekerja secara baik dan benar. Komitmen pimpinan berarti kemauan  yang sungguh-sungguh dari pimpinan untuk menjalankan tugas bagi pencapaian tujuan organisasi secara baik dan benar. Adapun tugas utama dari seorang pimpinan menurut saya adalah:

Pertama, mengelola dan menggerakkan  seluruh  sumber daya  yang dimilikisecara berkeadilan bagi pencapaian tujuan organisasi. Setiap organisasi dilengkapi dengan segenap sumber daya baik yang tampak maupun tidak tampak. Gedung kantor, notebooks, meja kursi,  kendaraan dinas roda empat atau dua, Air Condition (AC), dana, peraturan , kwantitas sumber daya manusia,  dan lain lain adalah sumber daya yang tampak, sementara fikiran, ide, dan gagasan-gagasan serta motivasi merupakan sumber daya yang tidak tampak dan tidak kalah penting atau bahkan sama  pentingnya dengan   sumber daya yang tampak. Tugas pimpinan adalah mengelola, mengarahkan dan mengorganisir segenap sumber daya tersebut agar dapat memberi kemanfaatan  optimal bagi pencapaian tujuan  organisasi. Banyak kita jumpai  sejumlah  institusi yang memiliki sumber daya yang luar biasa hebatnya tapi gagal  mencapai tujuan organisasi secara efisien karena ketidakmampuan pimpinan mengelola potensi sumber daya yang ada. Sumber daya yang tampak sering tidak terdistribusi dengan baik dan kurang berkeadilan, umumnya organisassi staf (sekretariat) lebih menikmati kemewahan, ruang kerja yang lebih bagus dengan fasilitas ruangan lebih berkualitas, kendaraan 8
dinas yang lebih mahal dibanding organisasi lini. Demikian juga dalam hal dana, organisasi staf (sekretariat) menikmati besaran dana yang lebih dari organisasi lini. Politik anggaran yang dijalankan kurang memperhatikan target dan sasaran yang ingin dicapai lebih mengarah pada kegiatan yang sebenarnya tidak menjadi prioritas.

Kedua, melakukan pembinaan, pengembangan, pengkaderan  (kaderisasi) calon pimpinan.
Sumber daya manusia (staf) merupakan sumber daya yang tampak dan sekaligus tidak tampak. Kuantitas sumber  daya manusia relatif dapat dihitung  secara tepat  besaran jumlah yang dibutuhkan  akan tetapi motivasi, gagasan dan cita-cita relatif sulit diperhitungkan secara akurat. Pembinaan dan pengembangan secara sistematis terencana berkesinambungan terhadap sumber  daya yang tidak tampak ini dikalangan aparatur negara relatif sulit ditemukan.Setelah diangkat menjadi pegawai, seseorang akan berkembang atau tidak sangat tergantung pada dirinya sendiri. Jika ingin  berkembang maka ia harus melanjutkan studi sendiri,  kursus sendiri  dengan biaya sendiri dan memotivasi diri sendiri. Jenjang karier tidak dapat dirunut secara sequensial tapi mengandalkan keberuntungan, seseorang yang belum pernah menduduki eselon IV tetapi dapat langsung menduduki eselon III atau sebaliknya seseorang yang berhak duduk di eselon II karena secara teknis  dan administratif telah memenuhi segala persyaratan tetapi tetap pada eselon III karena ketidakdekatan yang bersangkutan dengan yang  memiliki  kewenangan menempatkan pegawai pada eselon tertentu. Kaderisasi pada banyak institusi pemerintah tidak pernah terpikir secara serius apalagi terencana secara sistematis, konsekwensi logisnya adalah tidak ada kesinambungan karier staf. Tugas pimpinan  adalah membina dan mengembangkan  staf melalui penambahan keterampilan teknis, administratif,
manajerial maupun motivasi, penempatan pada jenjang jabatan yang sesuai kemampuan dan kepangkatan dimiliki.

Ketiga, penegakan hukum /aturan secara adil.
Hukum/aturan dibuat dalam rangka ketertiban umum/organisasi, jika hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya maka dapat menimbulkan turunnya semangat (motivasi) kerja karyawan  dan yang disebut terakhir akan berdampak pada penurunan kinerja organisasi secara keseluruhan. Penegakan hukum/aturan secara adil  dimaksudkan bahwa dalam kondisi normal hukum/aturan harus dijadikan dasar dalam bertindak dan berperilaku oleh semua orang dalam suatu institusi/organisasi. Pimpinan institusi/organisasi harus berupaya menegakkan hukum/aturan dalam barbagai aspek terutama pelaksanaan aspek keuangan dan personalia secara berkeadilan. Ketidakmampuan  pimpinan berlaku adil dalam dua aspek ini dapat menurunkan moril atau  daya juang pegawai, bahkan dapat membuat pegawai menjadi frustasi karena terkait dengan masa depan diri dan keluarganya. Memang dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, penegakan hukum/aturan secara ketat dan konsisten  tidak menjamin tercapainya tujuan bahkan dalam banyak kasus malah menggagalkan pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Tidak ada anggaran dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) untuk menjamu makan minum tamu, atau untuk karangan bunga ucapan selamat 9 maupun duka cita, tetapi tamu harus kita layani dan dalam batas tertentu ucapan selamat atau duka cita disampaikan lewat surat kabar atau karangan bunga. Terdapat aturan  danmekanisme yang jelas  dalam pengadaan atau perbaikan barang kantor tapi dalam kondisi tertentu yang sangat mendesak (misalnya atap gedung kantor bocor besar karena hujan) perbaikan segera dilakukan dengan menunjuk langsung pihak tertentu untuk memperbaikinya padahal menurut aturan 
seharusnya perbaikan dilakukan setelah tender karena besaran nilai dananya termasuk kategori yang harus ditenderkan. Jika mekanisme aturan diterapkan maka perlu waktu berbulan-bulan untuk memperbaiki atap kantor padahal tugas rutin kantor tidak boleh terhenti.

Di dalam komitmen juga terkandung kewajiban moral dan tanggung jawab serta konsistensi. Kewajiban moral terkait pelaksanaan tugas utama, tanggung jawab berkaitan  dengan  kewajiban menyampaikan  laporan  ikhwal penyelenggaraan tugas utama  kepada pimpinan di atasnya  dan konsistensi berhubungan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan yang diemban. Oleh karena itu komitmen pimpinan untuk melaksanakan tugas utama yang dilandasi kewajiban moral, tanggung jawab dan konsistensi  merupakan faktor penting bagi peningkatan kinerja aparatur negara.

2.Kesiapan individu
Keberhasilan seseorang dalam  pencapaian suatu tujuan amat tergantung pada tingkat kesiapan bersangkutan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Tingkat kesiapan meliputi dua hal yaitu kemauan  (motivasi) dan   kemampuan (capability) yang dimiliki. Hal mutlak yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan adalah adanya kemauan, keinginan, atau motivasi untuk berbuat. Motivasi ditentukan banyak faktor (lihat teori motivasi), namun secara garis besar motivasi kerja seseorang disebabkan dua tuntutan kebutuhan yaitu kebutuhan physik dan non physik. Dalam hal  kinerja aparatur negara, budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kecocokan tugas, lingkungan kerja,  penghasilan,  dan lain-lain merupakan faktor yang berpengaruh dalam menumbuhkan kemauan (motivasi) kerja. Akan tetapi kemauan saja tidak cukup memadai bahkan tidak dapat menyelesaikan masalah pekerjaan. Kemauan yang tinggi tanpa disertai kemampuan/ keterampilan memadai tidak akan menjamin pencapaian hasil yang optimal. Sebaliknya, memiliki kemampuan/ keterampilan yang setinggi apapun tanpa diikuti kemauan berbuat juga akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan
yang dikehendaki.

Kemampuan yang saya maksudkan disini kemampuan  intelektual, kemampuan teknis dan kemampuan sosial (kemampuan berinteraksi secara beretika). Ketiga jenis kemampuan tersebut digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas administrasi  internal maupun eksternal. Administrasi internal mencakup penggunaan sumber daya, sarana dan teknologi yang diperlukan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi. Sedang administrasi eksternal meliputi kegiatan-kegiatan dan proses administrasi yang diperlukan untuk membentuk dan  menggiatkan hubungan-hubungan dengan institusi dan kelompok di luar pengendalian institusi tempat bekerja.

3.Team work (kerjasama kelompok)
Membentuk tim kerja tidaklah sulit dan dapat dilakukan oleh banyak orang yang berwenang membuat tim kerja, akan tetapi membangun kerjasama tim adalah pekerjaan yang tidak mudah dan hanya bisa dilakukan oleh sedikit orang. Meskipun membangun kerjasama tim (kerjasama  kelompok) bukan pekerjaan mudah, namun dapat diupayakan melalui:

Pertama, transparansi pengelolaan segenap sumber daya terutama dana. Kita fahami bahwa aktivitas aparatur negara selalu dilengkapi dengan  sarana/prasarana dan dana bagi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ketidaktansparanan pimpinan  dalam memanfaatkan segenap sumber daya tersebut akan melemahkan semangat tim yang pada gilirannya dapat menurunkan kinerja.

Kedua, menghargai wewenang  dan tanggung jawab  individu.  Dalam tim kerja selalu ada pembagian tugas pekerjaan kepada tiap anggota dan  pada tugas pekerjaan tersebut melekat kewenangan dan tanggung jawab. Makin besar/luas lingkup tugas pekerjaan, makin besar/luas pula kewenangan dan tanggung jawabnya.  Dengan tidak mengambil alih apalagi melangkahi kewenangan dan tanggung jawab sekecil apapun yang dimiliki seseorang akan membantu menumbuhkan dan mengembangkan semangat kerja dalam tim, dan yang disebut terakhir ini memberi peluang bagi peningkatan kinerja.

Ketiga, membangun dan mengembangkan etika administrasi. Etika menyangkut norma, moral, bersumber dari budaya, agama, dan hukum  yang  dijadikan pedoman dalam berperilaku. Etika berkaitan dengan baik dan tidak baik, pantas dan tidak pantas. Dewasa ini etika menjadi hal penting dalam administrasi publik karena tugas pokok administrasi publik adalah melakukan pelayanan publik. Etika dapat mendukung pencapaian tujuan melalui kerjasama tim akan tetapi dapat pula menggagalkan tujuan jika pelayanan yang diberikan dilakukan secara tidak beretika. Di dalam tim kerja pelanggaran terhadap etika yang tertuang dalam  right rule of conduct atau  profesional standards akan mengganggu kerjasama tim.  Implementasi etika dalam tim kerja terwujud dalam bahasa dan perilaku yang santun , ramah, jujur,  saling menghormati, komunikasi terbuka,
memiliki integritas, dan lain-lain.

Ketiga faktor  penting di atas yaitu komitmen pimpinan, kesiapan individu dan  kerjasama kelompok  (team work) adalah faktor internal yang berhubungan timbal balik. Komitmen pimpinan berhubungan dengan (mempengaruhi) kesiapan individu dan kerjasama kelompok  (team work), kesiapan individu dan kerjasama kelompok  juga  berhubungan dengan (mempengaruhi) komitmen pimpinan.
Demikian juga kesiapan individu dengan kerjasama kelompok memiliki hubungan
(pengaruh) timbal balik. Satu faktor eksternal yang saya anggap penting adalah perlunya dibentuk
Komisi Aparatur Negara. Komisi Aparatur Negara ini memiliki tiga tugas khusus
yaitu: 

Pertama, mengawasi pimpinan  suatu unit organisasi  agar  dalam menjalankan tugas selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian yang berlaku; Kedua, menerima dan memproses pengaduan  aparatur negara yang merasa dirugikan oleh kebijakan pimpinan dalam bidang kepegawaian terutama hal mutasi dan promosi;  Ketiga, memutus perselisihan  kepegawaian antara pimpinan dan bawahan.

Dengan demikian pembentukan komisi aparatur negara dimaksudkan untuk mengawal  tegaknya peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian dan tegaknya etika administrasi  sehingga dapat  mengurangi  penyalahgunaan wewenang akibat diskresi berlebihan  yang pada gilirannya  dapat  menumbuhkan komitmen pimpinan, memacu kesiapan individu dan kerjasama  kelompok  bagi peningkatan kinerja aparatur negara.

Senin, 10 Oktober 2011

Papatong...

Lirik Papatong - Bah Dadeng


Beurang maju ka lohor
Papatong nu koneng euntreup na regang
Ngageter jangjangna keur ngagupayan
Pancen keur wasiatan

*
Sore mengok ka Ashar
Papatong nu koneng hiber teu luhur
ngalayang ngawahan arek pamitan
poma tong ka jongjonan

Reff:
Papatong nu koneng teu tembong deui
Leungit indit teu pamit
Papatong nu koneng teu tembong deui
Tilem bewara baturna

Prak reureuh tina ka riweuh
Prak pasrah kanu Kawasa
Prak reureuh tina ka riweuh
Prak pasrah kanu Kawasa

back to *

Arti dari lagu sunda tsb. :

Beurang maju ka lohor
Siang menuju Dzuhur

Papatong nu koneng euntreup na regang
Capung yang kuning hinggap pada ranting

Ngageter jangjangna keur ngagupayan
Bergetar sayapnya sedang melambai-lambai

Pancen keur wasiatan
Sedang saling berwasiat (saling berpesan)


Sore mengok ka Ashar
Sore condong ke Ashar

Papatong nu koneng hiber teu luhur
Capung yang kuning terbang tidak tinggi

ngalayang ngawahan arek pamitan
Melayang berancang-ancang hendak berpamitan

poma tong ka jongjonan
Ingat jangan keenakan

Papatong nu koneng teu tembong deui
Capung yang kuning tidak nampak lagi

Leungit indit teu pamit
Hilang pergi tidak pamit

Papatong nu koneng teu tembong deui
Capung yang kuning tidak nampak lagi

Tilem bewara baturna
Tenggelam berita lainnya


Prak reureuh tina ka riweuh
Hendaklah istirahat dari kesibukan

Prak pasrah kanu Kawasa
Hendaklah pasrah kepada yang Kuasa

Prak reureuh tina ka riweuh
Hendaklah istirahat dari kesibukan

Prak pasrah kanu Kawasa
Hendaklah pasrah kepada yang Kuasa

Sabtu, 17 September 2011

Jembatan Gantung Putus Di Ciamis, 13 Warga Terluka

CIAMIS – Jembatan gantung sepanjang 80 meter yang menghubungkan Kabupaten Ciamis-Kabupaten Kuningan, putus,sekitar pukul 15.30 WIB, kemarin. Akibat peristiwa itu, 13 warga yang tengah berada di atas jembatan mengalami luka- luka, sedangkan tiga di antaranya kritis.
Korban umumnya mengalami luka patah tulang, setelah terjun dari ketinggian 10 meter saat melintas jembatan dengan menggunakan delapan unit motor. Dari data yang dihimpun SINDO,ke-13 korban semuanya wargaCiamis,enamdiantaranya warga Gertengah,dua warga Karanganyar, dua warga Kadupandak, dua warga Kawali dan satu lainnya warga Nanggela. Beberapa warga yang mengalami luka parah, yakni Tahyun, 40; Firman,33; Suhana,50; Rosidn 40; Asep Candra, 28; dan Utar,60.

Korban paling parah Tahyun, 40, hingga saat ini masih menjalani perawatan ahli tulang di Ciparahu, Kecamatan Dayeuh Luhur,Kabupaten Cilacap,Jateng. Diperoleh informasi,ketiga belas korban terjatuh saat melintas jembatan setelah menyaksikan pemilihan Kades di Kuningan, yaitu saat melintas dari Desa Manapajaya, Kecamatan Cilebak,Kabupaten Kuningan yang berlokasi di utara menuju Desa Sukasari, Kecamatan Tambaksari,Kabupaten Ciamis yang berada di selatan.

Asep Candra, 17, salah seorang korban warga Dusun Gertengah RT05/13,Desa Sukasari, Kecamatan Tambaksari menuturkan, jembatan terputus saat dirinya melintas jembatan menggunakan delapan unit motor, semuanya ada 13 orang. ”Dari delapan motor yang melaju jembatan, satu di antaranya hampir sampai. Sedangkan, tujuh lainya masih berada di atas jembatan,”kata Asep.

Tiba-tiba, lanjut Asep, seling jembatan sebelah kanan putus, semua motor oleng dan terjatuh ke sebelah kanan.”Tiga motor menyangkut di atas jembatan,sedangkan 13 orang yang mengemudi dan dibonceng, berikut motor terjatuh ke bawah. Beberapa di antara kami yang jatuh,sempat tidak sadarkan diri akibat luka parah,” tambah Asep. Suhana, 50, tetangga Asep, mengaku,tidak banyak yang diingat saat terjatuh karena langsung tidak sadarkan diri.

”Tulang dada dan kaki saya patah, saya dipandu warga sampai ke rumah.Jembatan putus karena tidak kuat, biasanya motor saat melintaspalingbanyakduaatau tiga di atas jembatan, ternyata delapan motor melaju sekaligus sehingga jembatan putus,”tambah Suhana. Kepala Desa Sukasari Abdullah menyebutkan, beberapa saatsetelahmenerimainformasi musibah jembatan gantung putus, dirinya bersama warga melakukan evakuasi.

”Dari 13 korban,hampir setengahnya di evakuasi dengan bantuan warga. Korban paling parah bernama Tahyun, Firman, dan Suhana. Ketiganya, terpaksa dievakuasi menggunakan tandu sederhana,”kata Abdullah. Abdullah menambahkan, sebagaimana keinginan warga, semua berharap jembatan itu kembali dibangun bahkan kalau ada alokasi anggaran lebih sebaiknya dibangun jembatan permanen. ”Kami sudah berkali- kali melakukan pengajuan perbaikan jembatan melalui Musrenbang.

Tapi,sampai saat ini, belum ada realisasi perbaikan,”tandas Abdullah. Camat Tambaksari Nana Supriatna mengatakan, jembatan gantung Bungsu yang dibuat untuk melintasi Sungai Cijolang antara Kabuaten Ciamis dan Kabupaten Kuningan merupakan jalur perekonomian yang sangat dibutuhkan warga antar dua daerah.”Jembatan itu putus akibat tidak kuat menahan beban karena kondisi jembatan sudah tua.

Jembatan itu dibangun 22 tahun lalu, tepatnya sekitar 1989,”kata Nana. Wakil Ketua DPRD Ciamis Iwan Kurniawan mengatakan, pasca musibah jembatan putus harus segera mendapat penanganan serius, khususnya perlu segera dibuat jembatan darurat agar perekonomian warga tidak terganggu. ”Kami akan berupaya, ada alokasi ujang
_khusus seperti dana bencana untuk penanganan darurat,” ucap Iwan.  marmuksinudin

Jumat, 20 Mei 2011

Makna Kebangkitan Nasional

Linggaharja, Mekarsari Ciamis
20 Mei 2011
103 tahun yang lalu, tanggal 20 Mei digalang kekuatan oleh para pemuda di wilayah nusantara ini untuk menyatukan tekad “bangkit dari keadaan sebagai negeri terjajah”
Rentetan perjuangan dengan gelimpangan perngorbanan yang tak terhitung berujung pada tercapainya tujuan “merdeka”. 17 Agustus 1945 kita sampai pada satu “titik” bahwa “wilayah kami” tidak lagi terjajah. Kami sudah menjadi bangsa MERDEKA.
66 tahun sudah berlalu, Kami sudah BANGKIT. Infrastruktur sudah lengkap, sekolah sudah tersebar sampai ke pelosok pedesaan, masyarakat sudah menikmati listrik, telepo bahkan internet
serta seabreg kemajuan yang Kami bangun sejak Orde Lama, Orde Baru, Reformasi hingga kini ……
Terhadap kemajuan Pembangunan Fisik, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Pemerataan (kecuali kawasan tertentu terutama di Timur Indonesia) sangat diakui bahwa Indonesia yang sejak 17 Agustus 1945 telah merdeka kini menjadi Negara Berkembang yang sangat diperhitungkan.
Tapi bangaimana dengan Moral masyarakat bangsa ini? baik rakyat biasa maupun yang jadi pejabat?
Inilah yang mungkin dan pasti pada moment KEBANGKITAN NASIONAL tahun ini perlu menjadi bahan renungan.
Pertama, masyarakat di negeri ini masih banyak yang sangat miskin dari sisi ekonomi bahkan lebih celaka lagi banyak di antara mereka yang memiliki mental yang sangat memprihatinkan yaitu selalu mengharapkan bantuan padahal memiliki potensi untuk bangkit dari kemiskinannya. Ini terbuktu dari berbagai program yang digulirkan berujung pada kegagalan karena bantuan yang diberikan selalu “dimusnahkan” ketika sudah diterima bukan “digulirkan”.
Kedua, Pemerataan kesempatan mendapatkan pendidikan bagi seluruh masyarakat tidak diimbangi dengan sistem penyelenggaraan yang memadai sehingga menghasilkan proses dan hasil pendidikan di sekolah yang bersifat formalitas, sekolah dimaknai sebagai bagian yang harus dilewati pada usia tertentu selama waktu tertentu dan harus selesai dengan “mengantongi” ijazah dengan tanpa mempertimbangkan apa yang terbaik harus didapat dari proses pendidikan di sekolah. Kondisi ini melahirkan generasi yang “penuh dengan tanda tanya” yang apabila dibandingkan dengan bangsa lain, rata-rata kualitas lulusan SMA di negeri ini mungkin setara dengan lulusan “SD” di negara maju. ini sangat parah …. meskipun ga semuanya ……. Belum lagi pendidikan belum melahirkan generasi yang bermoral baik, terbukti …..
Ketiga, Masyarakat secara umum masih banyak yang tidak memiliki budaya “do the best”, kompetitif, prosedural dan disiplin terhadap tata etika dan aturan formal kehidupan bernegara di negeri ini sehingga banyak melahirkan budaya kolusi serta kongkalingkong dengan pejabat.
Keempat, Para pejabat yang memililki kewenangan banyak yang menyalahgunakannya, tidak menganggap bahwa jabatan dan kewenangannya sebagai amanat dan memaknai bahwa dirinya adalah pelayan bagi masyarakat. Penyalahgunaan wewenang, Kolusi, Korupsi, Nepotisme menghiasi keseharian pemerintahan negeri ini. Kini…… slogan good governance dan excellent service hanya jadi slogan.
Kelima, keenam, ketujuh ……… terlalu banyak yang harus diungkap.
Hari, 20 Mei 2011 adalah Hari Kebangkitan Nasional berdasarkan sejarah. Akankah hanya dijadikan seremonial belaka hanya sekedar apresiasi terhadap jasa para pahlawan pada waktu itu? ataukah akan dimaknai bahwa hari ini dan selanjutnya negeri ini harus BANGKIT untuk memperbaiki:
- Moral masyarakat dan pejabat.
- Sistem pendidikan yang akan melahirkan generasi cerdas dan bermoral.
- Tatanan kehidupan perekonomian dan sosial masyarakat.
- Sistem pemerintahan yang bersih dan amanah.
- Keterpurukan bangsa ini menjadi Bangsa yang Maju dan diperhitungkan.
Bangkit Indonesia ! ! !

Sabtu, 23 April 2011

Ibu kita Kartini

Ibu kita Kartini
Putri sejati
Putri Indonesia
Harum namanya

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendekar kaumnya
Untuk merdeka

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri jauhari
Putri yang berjasa
Se Indonesia

Ibu kita Kartini
Putri yang suci
Putri yang merdeka
Cita-citanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

Ibu kita Kartini
Pendekar bangsa
Pendeka kaum ibu
Se-Indonesia

Ibu kita Kartini
Penyuluh budi
Penyuluh bangsanya
Karena cintanya

Wahai ibu kita Kartini
Putri yang mulia
Sungguh besar cita-citanya
Bagi Indonesia

"Janganlah kami coba dengan paksa mengubah adat kebiasaan negeri kami ini; bangsa kami yang masih seperti anak-anak itu, akan mendapat yang dikehendakinya, yang mengkilap yang bercemerlangan. Kemerdekaan perempuan tak boleh tidak akan datang juga; pasti akan datang jua, hanyalah tiada dipercepat datangnya" (Kartini Dalam Habis Gelap Terbitlah Terang).

ITULAH sepenggal isi surat Kartini kepada Van Kol, salah seorang sahabatnya di Belanda. Kartini menulisnya lebih dari seabad lalu, saat kondisi perempuan Indonesia sangat memprihatinkan. Terkungkung dalam sistem yang tidak pro perempuan, baik secara budaya, ekonomi, sosial, dan politik.

Selain kungkungan tradisi yang sangat feodal, penjajahan yang dilakukan Belanda saat itu memperburuk situasi perempuan. Bukan hanya itu, semua masyarakat Indonesia benar-benar menderita akibat praktik imperialisme yang dilakukan negeri kincir angin itu selama tiga setengah abad.

Melalui perjuangan yang berat, bangsa ini akhirnya lepas dari penjajahan pada 17 Agustus 1945. Kemerdekaan itu disambut dengan sukacita karena sejak saat itu rakyat bebas dari eksploitasi penjajah. Akan tetapi, kemerdekaan tersebut ternyata tidak terlalu berefek signifikan terhadap perempuan, khususnya dalam bidang politik.

Representasi perempuan dalam parlemen dan pemerintahan sangat minim, bahkan hampir tidak terlihat. Perempuan dianggap hanya sebagai objek, mengalami proses domestifikasi secara sistemik, yang seolah tugasnya hanya mengurus rumah tangga. Dalam hal ini, posisi perempuan diartikan hanya sebagai "konco wingking" (teman di dapur dan kasur), lebih difokuskan pada ranah domestik saja.

Partisipasi perempuan di luar hal itu hampir tidak terlihat. Perempuan sulit mengaktualisasikan dirinya di luar rumah. Padahal, dalam Undang Undang Dasar 1945 disebutkan, setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama. Disebutkan pula, setiap warga negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak.

Pun, kedudukan setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan adalah sama. UUD 1945 memang menganut prinsip netral gender, tetapi pada tingkat implementasinya, nilai-nilai yang terdapat dalam UUD 1945 diselewengkan.

Parahnya, negara turut mensponsori penyelewengan atau penyimpangan tersebut. Hal ini bisa dilihat dari sejumlah produk hukum yang dihasilkan pada masa pemerintahan Orde Baru (Orba) yang bersifat sangat diskriminatif terhadap perempuan. Dalam lokakarya yang diselenggarakan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BPPKB ) Provinsi Jawa Barat dan Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan di Bandung belum lama ini, disebutkan bahwa Undang Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 harus direvisi karena mendiskriminasikan perempuan. Sebagai contoh, pada pasal 1 disebutkan, laki-laki sebagai kepala keluarga dan perempuan sebagai ibu rumah tangga.
Di jaman Suharto surat Kartini tidak lagi menjadi penting, tapi Baju Kartini menjadi sebuah simbol modal luar biasa untuk menjadikan wanita Indonesia masuk ke dalam sistem Suhartorian. Semua lini harus terkooptasi ke dalam Sistem Suhartorian termasuk Kartini itu sendiri, citra Kartini yang rebel menurut imajinasi Sukarno menjadi Kartini yang bangsawan Jawa, bercitra anggun dan berbakti kepada suami, Kartini yang enggan berpikiran memberontak, yang tak paham persoalan-persoalan buruh, yang tak sensitif terhadap ketidakadilan. Kartini dalam konteks Suhartorian menjadi Kartini dengan alam kenyamanan, citra Kartini dikembalikan ke Keraton Kadipaten Mayong Jepara, menjadi sebuah figur yang lembut, selembut ibu-ibu dharma wanita.

Kenyataannya, banyak perempuan yang menjadi pencari nafkah keluarga utama. Selain itu, hasil penelitian WRI (Women Research Indonesia) 2004 menunjukkan, cara berpikir dikotomis juga terlihat pada representasi perempuan dalam teks Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1978 dan 1983. Di tingkat implementasinya, GBHN merumuskan Panca Dharma Wanita, intinya perempuan sebagai warga negara hanya direpresentasikan sebagai ibu dan istri.

Meskipun kemudian pada GBHN 1999, akibat tuntutan reformasi dan juga tekanan PBB, rumusan tentang hal itu diubah, diharmonikan dengan UU No. 7 Tahun 1984 mengenai Konvensi CEDAW (Konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan/United Nations Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). GBHN 1999 menyebutkan tuntutan atas keadilan dan kesetaraan gender antara perempuan dan laki-laki.

Sebagaimana diketahui, sejak tahun 1999, Indonesia memulai sistem desentralisasi. Implikasi dari otonomi daerah di lapangan, selain berdampak positif, juga berekses negatif. Nilai positifnya, kekuasaan pemerintahan pusat dapat dibatasi. Akan tetapi dampak negatifnya, pemerintahan daerah, akibat implementasi politik transaksional atau politik dagang sapi, proses legislasi di daerah ternyata menghasilkan banyak produk hukum berupa peraturan daerah (perda) yang diskriminatif terhadap perempuan.

"Ini karena adanya politik dagang sapi antara lembaga eksekutif dan legislatif," kata Yesmil Anwar, S.H., M.Si., dosen Fakultas Hukum Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung.

Menurut Yesmil, politik transaksional telah menyebabkan UUD 1945 sebagai dasar dari segala perundangan di negara ini, diselewengkan. "Perda diskriminatif itu, ibu bapaknya tidak jelas. Secara konstitusional, semua perundangan yang ada di negara ini harus mengacu pada UUD 1945, yang merupakan ibu-bapak semua aturan hukum di Indonesia," katanya.

Akibat sejumlah perda yang diskriminatif, kebebasan perempuan untuk berekspresi dibatasi, termasuk dalam urusan berpolitik. Menurut pengamat politik Dr. Dede Mariana, partisipasi perempuan dalam politik berarti perempuan secara aktif melakukan sesuatu dalam kaitan dengan kewajiban sebagai warga negara, yakni memengaruhi kebijakan publik.

Dede mengakui, partisipasi perempuan dalam politik sangat kurang. Oleh karena itu, intervensi negara berupa langkah afirmasi (affirmative action) dibutuhkan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. Dengan menetapkan kuota gender sebesar tiga puluh persen untuk pertama kalinya pada UU Pemilihan Umum (Pemilu) Nomor 12 Tahun 2003, kemudian dipertegas pada UU Pemilu Nomor 10 Tahun 2008, kata Dede, perempuan dipacu untuk berperan aktif dalam politik.

Dalam UU Partai Politik Nomor 2 Tahun 2008, tiga puluh persen perempuan diwajibkan pada pembentukan partai baru, kepengurusan parpol dan pada perekrutan caleg (UU Pemilu). "Saat ini kondisinya memang mengharuskan langkah afirmasi terhadap perempuan diimplementasikan untuk mendorong partisipasi mereka dalam politik," kata Dede kepada "PR", Minggu (19/4).

Akan tetapi, langkah afirmasi ini harus ditentukan batas waktunya. "Bukan untuk selamanya. Jadi, harus ada tenggat yang jelas kapan langkah afirmasi itu dihentikan. Jika, misalnya pada 2025 partisipasi perempuan dalam politik sudah baik, kebijakan afirmasi bisa distop," ujar Dede.

Langkah afirmasi, kata Dede, tidak melulu terkait dengan perempuan, tetapi juga kelompok marginal lainnya. Di Eropa Tengah, kebijakan afirmasi justru diimplementasikan untuk kaum pria karena partisipasi pria dalam politik di sana dianggap rendah. Di Indonesia, perlu juga dipikirkan langkah afirmasi yang ditujukan bagi pemberdayaan politik kelompok-kelompok marginal lain.

"Di sana kaum pria menganggap jabatan politik itu tidak menghasilkan nilai ekonomis yang tinggi, sehingga mereka tidak mau bekerja di jalur politik," ujar Dede menambahkan.

Namun, Dede mengamati, kebijakan afirmasi yang dilakukan pemerintah saat ini belum sepenuhnya dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik. Pasalnya, dari segi perundang-undangan, UU Pemilu 2008 tidak mencantumkan sanksi hukum bagi parpol yang tidak menetapkan kuota gender tiga puluh persen untuk keterwakilan perempuan dalam politik.

Akibatnya, tidak semua parpol merasa wajib menetapkan kuota gender dengan mengakomodasikan peran politik perempuan. Dalam konteks ini, sepertinya emansipasi perempuan yang menjadi cita-cita besar Kartini masih terus harus diperjuangkan.
(Huminca/"PR").