Kamis, 10 November 2011

Wahai Pemimpin Negaraku


Kinerja aparatur negara sebagai salah satu dimensi dari administrasi publik masih menjadi isupenting yang banyak dibicarakan baik oleh para  akademisi maupun praktisi karena  di samping merupakansubstansi utama dalam akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh setiap institusi negara, juga menjadi parameter keberhasilan pencapaian tujuan negara.

Aparatur negara  sebagai intrumen  pilar pengemban amanah pencapaian masyarakat adil dan makmur  hingga saat ini belum  sepenuhnya  mampu memenuhi harapan pemangku kepentingan  (stakeholders) terutama karena kesulitan  dalam menyeimbangkan  tiga  tuntutan kebutuhan  yang  kadang-kadang seiring  tapi tidak  sejalan  yaitu  tuntutan kebutuhan politis,   tuntutan kebutuhan profesionalisme dan tuntutan kebutuhan layak.

Penyebab rendahnya kinerja aparatur negara
Beberapa faktor penyebab  rendahnya kinerja  aparatur negara  bagi pencapaian tujuan negara yaituantara lain:

Pertama, adanya arogansi kekuasaan. Hingga saat ini  kita  masih  melihat,  mendengar dan  bahkan merasakan  adanya arogansi kekuasaan  oknum aparatur negara  yang dilakukan  secara  sistematis tersembunyi maupun secara  terang-terangan.  Pada praktek penyelenggaraan  administrasi pemerintahan daerah arogansi kekuasaan ini terasa sangat kental mulai dari recruitmen , mutasi, rotasi dan promosi  dengan mengangkat pegawai baru melalui penyimpangan aturan dan mengangkat kolega-kolega pada jabatan  tertentu meskipun diyakini bahwa yang bersangkutan tidak akan mampu  mengemban tugas bagi pencapaian visi daerah. Nepotisme dalam segala bentuk dan perwujudannya  berhasil  menyingkirkan meritokrasi yang seharusnya ditaati  oleh para aparat penyelenggara  pemerintahan daerah.

Premanisme  penyelenggaraan  administrasi  pemerintahan daerah sebagai wujud  dari arogansi  kekuasaan  bukanlah isapan jempol.  Kasus semacam ini  terjadi pada banyak  daerah, dimana oknum pimpinan daerah menggunakan para preman untuk mengintimidasi, mengancam physik dan psykhis  kelompok lain (di  dalam  dan di luar struktur pemerintahan daerah) yang dianggap berseberangan atau kurang sepaham, dan jika yang berseberangan atau kurang sepaham tersebut  adalah aparat  pemerintah daerah, maka  upaya pembunuhan karakter dan  pengkerdilan imajinasi dan pemikiran dilakukan melalui pemarkiran  yang  bersangkutan pada jejeran  bangku panjang alias non job seperti  dialami oleh  banyak aparatur pemerintah  pada berbagai daerah di republik tercinta ini.
Arogansi semacam ini tidak hanya  milik dan  terjadi pada ` penyelenggaraan  administrasi pemerintahan daerah, tetapi juga terjadi pada badan atau lembagalembaga pemerintah di tingkat pusat. Arogansi  kekuasaan  ini disebabkan oleh dua hal yaitu ketidaktaatan terhadap peraturan berlaku dan tidak adanya transparansi dalam penyelenggaraan  pemerintahan.

Masalah  kedua yang dihadapi oleh aparatur negara dalam menjalankan tugasnya adalah adanya intervensi berlebihan baik dari supra institusi (institusi  atasnya) maupun infrastruktur politik, terutama partai politik berkuasa. Intervensi  dilakukan mulai dari rekruitment pegawai, penempatan jabatan, promosi sampai pada pemenangan tender proyek, sehingga kemandirian aparatur negara  untuk melaksanakan suatu pekerjaan secara rasional sulit dilakukan. Dampaknya adalah, aparatur negara berlomba-lomba untuk mendekatkan diri dengan penguasa atau pihak yang mampu mengintervensi, dengan segala cara termasuk menggadaikan profesionalitas,idealisme, prinsip,  dan moral. Asumsi yang dipakai  adalah kedekatan dengan penguasa jauh lebih menguntungkan dibanding memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi  karena lebih memberi peluang untuk mendapatkan kekuasaan, dan jika kekuasaan diperoleh maka peluang untuk mendapatkan pristise dan keuntungan finansial telah terbuka lebar. Cara berpikir konvensional semacam ini  masih dipertahankan dan bahkan dikembangkan oleh tidak sedikit aparatur negara     ditambah  lagi dengan  hedonisme dan ambisi berlebihan akan kekuasaan yang merasuki pikiran aparatur  negara berakibat pada terkurasnya energi  bagi upaya  mendekatkan diri dengan penguasa daripada dimanfaatkan untuk penyelesaian tugas-tugas rutin. Ambisi yang berlebihan  pada akhirnya  dapat mendorong seseorang untuk melakukan jalan pintas, menghalalkan segala cara dengan menabrak rambu-rambu moral, agama dan hukum berlaku.

Masalah ketiga yang dihadapi aparatur negara adalah lemahnya tim kerja (team work) karena dua hal yaitu ketidakmampuan manajerial dan inefisiensi. Telah kita ketahui bersama bahwa administrasi merupakan  proses kerjasama  kelompok orang  yang terorganisir  untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam hal administrasi negara berarti  proses  kerjasama  dari segenap  aparatur negara untuk mencapai tujuan negara. Maknanya adalah perlu adanya kerjasama tim (team work), karena pencapaian tujuan negara hanya mungkin dilakukan jika terjalin kerjasama  antar aparatur negara terkait.

Pada level institusi, lembaga, dinas, biro, bidang, dan lain-lain dalam banyak kasus kerjasama tim tidak dapat tumbuh dengan baik akibat ketidakmampuan pimpinan dalam menggerakkan, mengelola, mengarahkan staf dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Pimpinan  kadang-kadang  sibuk dengan kepentingannya sendiri, fokus perhatiannya tidak pada pencapaian tujuan  dan pengembangan  organisasi tetapi lebih pada upaya agar  jabatannya tetap survive dan langgeng, kurang memiliki komitmen untuk mengembangkan kinerja staf dan organisasi secara keseluruhan. Padahal kita ketahui  bersama hasil penelitian pada banyak negara  hanya sekitar 20 persen dari jumlah pegawai suatu organisasi  yang loyal, berdedikasi dan mampu menangani pekerjaannya secara baik, 60 persen abu-abu dalam arti dapat  loyal, berdedikasi dan bekerja dengan baik asal pimpinan mampu menggerakkan dan mengarahkan mereka, sedang 20 persen sisanya selalu memposisikan diri sebagai musuh pimpinan, yang lebih senang melihat kejatuhan pimpinan dan kegagalan pencapaian tujuan organisasi.

Bagi seorang pimpinan, komitmen melakukan perubahan, mengembangkan aparat, dan meningkatkan  kinerja  adalah penting  untuk dilakukan karena upaya tersebut berkaitan dengan  pencapaian tujuan terlebih  jika organisasi yang dipimpinnya  bersentuhan langsung dengan pelayanan bagi peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat luas. Efisiensi merujuk pada perbandingan terbaik antara hasil dengan usaha(output – input), besaran dana, tenaga, fikiran yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh, besaran / jumlah aparatur negara dengan pekerjaan yang harus ditangani. Dalam banyak hal aparatur negara bekerja sangat tidak efisien, boros, menghambur hamburkan  dana,  mubazir. Banyak dana yang dikeluarkan dengan perolehan hasil yang tidak seimbang baik kualitas maupun kuantitas. Banyak ruang kerja yang bagus-bagus lengkap dengan fasilitas pendingin udara, computer, kulkas, TV, dan lain-lain namun tidak menghasilkan apa-apa. Ratusan bahkan  ribuan pegawai berangkat pagi ke kantor namun tidak berbuat apa-apa hingga tiba waktu pulang kerja pada sore hari selama  berhari-hari,  dan bahkan berminggu. Inefisiensi sekurang-kurangnya terkait dengan tiga hal:

(1) Pengambilan keputusan.
Kekeliruan pimpinan puncak dalam merumuskan kebijakan maupun dalam  menunjuk pejabat pelaksana  untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah dirumuskan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang data  yang benar, atau distorsi informasi diterima pimpinan puncak, sehingga terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, dan hal disebut terakhir berdampak pada inefisiensi organisasi.

(2) Kemampuan kerja (kapasitas) pegawai bersangkutan.
Kemampuan kerja terkait erat dengan kompetensi yang dimiliki aparatur negara  yang  meliputi kompetensi teknis, kompetensi sosial, dan kompetensi intelektual Semakin tinggi kemampuan kerja  pegawai 5 akan semakin efisien dalam bekerja, terutama dilihat dari aspek metode kerja dan penyelesaian masalah.
(3) Semangat dan budaya kerja.
Semangat kerja berhubungan dengan  fighting spirite, daya juang, ambisi,  dan  cita-cita. Sedang budaya kerja terkait dengan persepsi, prinsip, nilai, dan lain-lain  yang terbentuk atas dasar pengalaman dan lingkungan. Semangat kerja yang tinggi dengan didukung oleh budaya kerja yang selalu berorientasi pencapaian kerja (achievement oriented)
akan mengurangi inefisensi.

Model kinerja aparatur negara
Untuk mengatasi  hal-hal  yang saya kemukakan pada bagian awal tulisan beberapa faktor penting yang harus diperhatikan bagi peningkatan kinerja aparatur negara adalah:
1.Komitmen pimpinan
     Komitmen disini diartikan sebagai kemauan yang sungguh-sungguh untuk bekerja secara baik dan benar. Komitmen pimpinan berarti kemauan  yang sungguh-sungguh dari pimpinan untuk menjalankan tugas bagi pencapaian tujuan organisasi secara baik dan benar. Adapun tugas utama dari seorang pimpinan menurut saya adalah:

Pertama, mengelola dan menggerakkan  seluruh  sumber daya  yang dimilikisecara berkeadilan bagi pencapaian tujuan organisasi. Setiap organisasi dilengkapi dengan segenap sumber daya baik yang tampak maupun tidak tampak. Gedung kantor, notebooks, meja kursi,  kendaraan dinas roda empat atau dua, Air Condition (AC), dana, peraturan , kwantitas sumber daya manusia,  dan lain lain adalah sumber daya yang tampak, sementara fikiran, ide, dan gagasan-gagasan serta motivasi merupakan sumber daya yang tidak tampak dan tidak kalah penting atau bahkan sama  pentingnya dengan   sumber daya yang tampak. Tugas pimpinan adalah mengelola, mengarahkan dan mengorganisir segenap sumber daya tersebut agar dapat memberi kemanfaatan  optimal bagi pencapaian tujuan  organisasi. Banyak kita jumpai  sejumlah  institusi yang memiliki sumber daya yang luar biasa hebatnya tapi gagal  mencapai tujuan organisasi secara efisien karena ketidakmampuan pimpinan mengelola potensi sumber daya yang ada. Sumber daya yang tampak sering tidak terdistribusi dengan baik dan kurang berkeadilan, umumnya organisassi staf (sekretariat) lebih menikmati kemewahan, ruang kerja yang lebih bagus dengan fasilitas ruangan lebih berkualitas, kendaraan 8
dinas yang lebih mahal dibanding organisasi lini. Demikian juga dalam hal dana, organisasi staf (sekretariat) menikmati besaran dana yang lebih dari organisasi lini. Politik anggaran yang dijalankan kurang memperhatikan target dan sasaran yang ingin dicapai lebih mengarah pada kegiatan yang sebenarnya tidak menjadi prioritas.

Kedua, melakukan pembinaan, pengembangan, pengkaderan  (kaderisasi) calon pimpinan.
Sumber daya manusia (staf) merupakan sumber daya yang tampak dan sekaligus tidak tampak. Kuantitas sumber  daya manusia relatif dapat dihitung  secara tepat  besaran jumlah yang dibutuhkan  akan tetapi motivasi, gagasan dan cita-cita relatif sulit diperhitungkan secara akurat. Pembinaan dan pengembangan secara sistematis terencana berkesinambungan terhadap sumber  daya yang tidak tampak ini dikalangan aparatur negara relatif sulit ditemukan.Setelah diangkat menjadi pegawai, seseorang akan berkembang atau tidak sangat tergantung pada dirinya sendiri. Jika ingin  berkembang maka ia harus melanjutkan studi sendiri,  kursus sendiri  dengan biaya sendiri dan memotivasi diri sendiri. Jenjang karier tidak dapat dirunut secara sequensial tapi mengandalkan keberuntungan, seseorang yang belum pernah menduduki eselon IV tetapi dapat langsung menduduki eselon III atau sebaliknya seseorang yang berhak duduk di eselon II karena secara teknis  dan administratif telah memenuhi segala persyaratan tetapi tetap pada eselon III karena ketidakdekatan yang bersangkutan dengan yang  memiliki  kewenangan menempatkan pegawai pada eselon tertentu. Kaderisasi pada banyak institusi pemerintah tidak pernah terpikir secara serius apalagi terencana secara sistematis, konsekwensi logisnya adalah tidak ada kesinambungan karier staf. Tugas pimpinan  adalah membina dan mengembangkan  staf melalui penambahan keterampilan teknis, administratif,
manajerial maupun motivasi, penempatan pada jenjang jabatan yang sesuai kemampuan dan kepangkatan dimiliki.

Ketiga, penegakan hukum /aturan secara adil.
Hukum/aturan dibuat dalam rangka ketertiban umum/organisasi, jika hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya maka dapat menimbulkan turunnya semangat (motivasi) kerja karyawan  dan yang disebut terakhir akan berdampak pada penurunan kinerja organisasi secara keseluruhan. Penegakan hukum/aturan secara adil  dimaksudkan bahwa dalam kondisi normal hukum/aturan harus dijadikan dasar dalam bertindak dan berperilaku oleh semua orang dalam suatu institusi/organisasi. Pimpinan institusi/organisasi harus berupaya menegakkan hukum/aturan dalam barbagai aspek terutama pelaksanaan aspek keuangan dan personalia secara berkeadilan. Ketidakmampuan  pimpinan berlaku adil dalam dua aspek ini dapat menurunkan moril atau  daya juang pegawai, bahkan dapat membuat pegawai menjadi frustasi karena terkait dengan masa depan diri dan keluarganya. Memang dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, penegakan hukum/aturan secara ketat dan konsisten  tidak menjamin tercapainya tujuan bahkan dalam banyak kasus malah menggagalkan pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Tidak ada anggaran dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) untuk menjamu makan minum tamu, atau untuk karangan bunga ucapan selamat 9 maupun duka cita, tetapi tamu harus kita layani dan dalam batas tertentu ucapan selamat atau duka cita disampaikan lewat surat kabar atau karangan bunga. Terdapat aturan  danmekanisme yang jelas  dalam pengadaan atau perbaikan barang kantor tapi dalam kondisi tertentu yang sangat mendesak (misalnya atap gedung kantor bocor besar karena hujan) perbaikan segera dilakukan dengan menunjuk langsung pihak tertentu untuk memperbaikinya padahal menurut aturan 
seharusnya perbaikan dilakukan setelah tender karena besaran nilai dananya termasuk kategori yang harus ditenderkan. Jika mekanisme aturan diterapkan maka perlu waktu berbulan-bulan untuk memperbaiki atap kantor padahal tugas rutin kantor tidak boleh terhenti.

Di dalam komitmen juga terkandung kewajiban moral dan tanggung jawab serta konsistensi. Kewajiban moral terkait pelaksanaan tugas utama, tanggung jawab berkaitan  dengan  kewajiban menyampaikan  laporan  ikhwal penyelenggaraan tugas utama  kepada pimpinan di atasnya  dan konsistensi berhubungan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan yang diemban. Oleh karena itu komitmen pimpinan untuk melaksanakan tugas utama yang dilandasi kewajiban moral, tanggung jawab dan konsistensi  merupakan faktor penting bagi peningkatan kinerja aparatur negara.

2.Kesiapan individu
Keberhasilan seseorang dalam  pencapaian suatu tujuan amat tergantung pada tingkat kesiapan bersangkutan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Tingkat kesiapan meliputi dua hal yaitu kemauan  (motivasi) dan   kemampuan (capability) yang dimiliki. Hal mutlak yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan adalah adanya kemauan, keinginan, atau motivasi untuk berbuat. Motivasi ditentukan banyak faktor (lihat teori motivasi), namun secara garis besar motivasi kerja seseorang disebabkan dua tuntutan kebutuhan yaitu kebutuhan physik dan non physik. Dalam hal  kinerja aparatur negara, budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kecocokan tugas, lingkungan kerja,  penghasilan,  dan lain-lain merupakan faktor yang berpengaruh dalam menumbuhkan kemauan (motivasi) kerja. Akan tetapi kemauan saja tidak cukup memadai bahkan tidak dapat menyelesaikan masalah pekerjaan. Kemauan yang tinggi tanpa disertai kemampuan/ keterampilan memadai tidak akan menjamin pencapaian hasil yang optimal. Sebaliknya, memiliki kemampuan/ keterampilan yang setinggi apapun tanpa diikuti kemauan berbuat juga akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan
yang dikehendaki.

Kemampuan yang saya maksudkan disini kemampuan  intelektual, kemampuan teknis dan kemampuan sosial (kemampuan berinteraksi secara beretika). Ketiga jenis kemampuan tersebut digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas administrasi  internal maupun eksternal. Administrasi internal mencakup penggunaan sumber daya, sarana dan teknologi yang diperlukan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi. Sedang administrasi eksternal meliputi kegiatan-kegiatan dan proses administrasi yang diperlukan untuk membentuk dan  menggiatkan hubungan-hubungan dengan institusi dan kelompok di luar pengendalian institusi tempat bekerja.

3.Team work (kerjasama kelompok)
Membentuk tim kerja tidaklah sulit dan dapat dilakukan oleh banyak orang yang berwenang membuat tim kerja, akan tetapi membangun kerjasama tim adalah pekerjaan yang tidak mudah dan hanya bisa dilakukan oleh sedikit orang. Meskipun membangun kerjasama tim (kerjasama  kelompok) bukan pekerjaan mudah, namun dapat diupayakan melalui:

Pertama, transparansi pengelolaan segenap sumber daya terutama dana. Kita fahami bahwa aktivitas aparatur negara selalu dilengkapi dengan  sarana/prasarana dan dana bagi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ketidaktansparanan pimpinan  dalam memanfaatkan segenap sumber daya tersebut akan melemahkan semangat tim yang pada gilirannya dapat menurunkan kinerja.

Kedua, menghargai wewenang  dan tanggung jawab  individu.  Dalam tim kerja selalu ada pembagian tugas pekerjaan kepada tiap anggota dan  pada tugas pekerjaan tersebut melekat kewenangan dan tanggung jawab. Makin besar/luas lingkup tugas pekerjaan, makin besar/luas pula kewenangan dan tanggung jawabnya.  Dengan tidak mengambil alih apalagi melangkahi kewenangan dan tanggung jawab sekecil apapun yang dimiliki seseorang akan membantu menumbuhkan dan mengembangkan semangat kerja dalam tim, dan yang disebut terakhir ini memberi peluang bagi peningkatan kinerja.

Ketiga, membangun dan mengembangkan etika administrasi. Etika menyangkut norma, moral, bersumber dari budaya, agama, dan hukum  yang  dijadikan pedoman dalam berperilaku. Etika berkaitan dengan baik dan tidak baik, pantas dan tidak pantas. Dewasa ini etika menjadi hal penting dalam administrasi publik karena tugas pokok administrasi publik adalah melakukan pelayanan publik. Etika dapat mendukung pencapaian tujuan melalui kerjasama tim akan tetapi dapat pula menggagalkan tujuan jika pelayanan yang diberikan dilakukan secara tidak beretika. Di dalam tim kerja pelanggaran terhadap etika yang tertuang dalam  right rule of conduct atau  profesional standards akan mengganggu kerjasama tim.  Implementasi etika dalam tim kerja terwujud dalam bahasa dan perilaku yang santun , ramah, jujur,  saling menghormati, komunikasi terbuka,
memiliki integritas, dan lain-lain.

Ketiga faktor  penting di atas yaitu komitmen pimpinan, kesiapan individu dan  kerjasama kelompok  (team work) adalah faktor internal yang berhubungan timbal balik. Komitmen pimpinan berhubungan dengan (mempengaruhi) kesiapan individu dan kerjasama kelompok  (team work), kesiapan individu dan kerjasama kelompok  juga  berhubungan dengan (mempengaruhi) komitmen pimpinan.
Demikian juga kesiapan individu dengan kerjasama kelompok memiliki hubungan
(pengaruh) timbal balik. Satu faktor eksternal yang saya anggap penting adalah perlunya dibentuk
Komisi Aparatur Negara. Komisi Aparatur Negara ini memiliki tiga tugas khusus
yaitu: 

Pertama, mengawasi pimpinan  suatu unit organisasi  agar  dalam menjalankan tugas selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian yang berlaku; Kedua, menerima dan memproses pengaduan  aparatur negara yang merasa dirugikan oleh kebijakan pimpinan dalam bidang kepegawaian terutama hal mutasi dan promosi;  Ketiga, memutus perselisihan  kepegawaian antara pimpinan dan bawahan.

Dengan demikian pembentukan komisi aparatur negara dimaksudkan untuk mengawal  tegaknya peraturan perundang-undangan bidang kepegawaian dan tegaknya etika administrasi  sehingga dapat  mengurangi  penyalahgunaan wewenang akibat diskresi berlebihan  yang pada gilirannya  dapat  menumbuhkan komitmen pimpinan, memacu kesiapan individu dan kerjasama  kelompok  bagi peningkatan kinerja aparatur negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar