Kawan, aku masih disini
mengisi hari-hari dengan rutinitas seperti biasa pula, haya yang agak berbeda
kalau hari biasanya aku memulai aktifitas dengan duduk di meja “Chitose” yang
bagian jok nya sedikit terangkat dan sudah nampak kayu pengganjal joknya, namun
hari ini aku memulai aktivitas di lapangan upacara mememperingati hari Pendidikan
Nasional
Sampailah pada
kesempatan Pembina Upacara menyampaikan sambutannya, yang kalau sedikit di
ulang kesimpulannya adalah : “Refleksi pendidikan momentum Hardiknas, sama
dengan revitalisasi hakikat pendidikan itu sendiri. Yakni mengembalikan pada
pemahaman pendidikan sebagai cara terbaik menjadikan manusia bermartabat dan
luhur. Berperilaku cerdas untuk menjadikan dunia lebih baik. Bukan sebaliknya,
merasa ‘terdidik’ jauh dari perilaku etis. Sehingga menghancurkan kehidupan dan
martabat manusia.” Sebuah uraian yang penuh makna bukti bahwa konseptor pidato
adalah seseorang yang punya pandangan luas tentang dunia pendidikan. Tapi rasanya
hal itu juga bukan hal pertama disampaikan, dari tahun ke tahun pada setiap
peringatan hari Pendidikan Nasional ada kemiripan makna pidato nya. Justru yang
kami pertanyakan adakah langkah konkret yang dilakukan untuk perubahan di dunia
pendidikan dan sampai sejauh mana hal tersebut dilakukan? Mengapa saya bertanya tentang hal itu?,
karena berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report
2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan
Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York indeks pembangunan
pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data adalah
0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di
dunia. Saat ini education development index (EDI) Indonesia berada pada
level medium, masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat
ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang
lebih mengejutkan lagi penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi tahun ini
terjadi terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga kelas V
SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan
dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima sampai enam tahun. Padaha menurut
beberapa ahli pendidikan, usia sekolah dasar adalah usia paling menentukan
dalam keberhasilan sebuah pendidikan.
“Pendidikan Indonesia Gagal”, begitulah asumsi
publik terhadap kondisi pendidikan di negara kita. Kekecewaan tersebut datang
manakala output pendidikan tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Output yang
diharapkan masyarakat secara garis besar adalah pendidikan mampu mencetak
manusia-manusia unggul berkualitas yang diharapkan mampu membawa perubahan
positif bagi Negara Indonesia. Karena realitas yang terjadi di Indonesia
seperti ini, wajar saja jika publik menilai pendidikan di Indonesia gagal.
Pendidikan di Indonesia
saat ini memang sudah terbuka untuk semua anak bangsa. Program ‘Wajib Belajar’
menjadi bukti pendidikan bagi semua anak bangsa. . Namun kondisi ini tetap
menyisakan pertanyaan besar: apakah sudah menjamin kualitas karakter anak
bangsa, sehingga tumbuh menjadi individu yang bermartabat, hidup dalam
keseimbangan kognisi, afeksi dan perilaku. Bukti konkret kekhawatiran itu
adalah makin banyaknya perilaku korupsi yang merupakan muara akhir dari proses
perilaku tidak jujur.
Kalau kita membaca
pemberitaan media masa minggu-minggu ini kita sering mendengar berita yang
isinya hamper sama yaitu : Perlahan-lahan tabir keterlibatan Anggota Komisi X
DPR, Angelina Sondakh dalam kasus korupsi terkuak. Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) mengendus korupsi yang dilakukan Angelina Sondakh tidak hanya di
Kementerian Pendidikan Nasional melainkan banyak indikasi dugaan korupsi yang
terdapat di berbagai Universitas Negeri di Jawa, Sumatera dan Nusa Tenggara
Barat.
"Saya lupa jumlah
dan nama universitasnya. Tapi itu mulai dari Sumatera Utara sampai ke Nusa
Tenggara Barat. Proyeknya tersebar di sana," kata Wakil Ketua KPK, Bambang
Widjodjanto di Jakarta, Senin (30/4/2012) pagi. Menurut Bambang, Angie diduga
terlibat pada korupsi pengadaan barang untuk penyediaan laboratorium dan proyek
gedung universitas. "Kebanyakan pengadaan barang untuk laboratorium. Untuk
kegiatan universitas," katanya.
Inilah yang menjadi
tantangan dunia pendidikan saat ini. ‘Generasi Emas’ yang menjadi jargon
Hardiknas 2012, hanya akan lahir dengan jika pendidikan signifikan dengan moralitas
dan mampu solutif dalam upaya menang berkompetisi dengan kondisi global. Jika
tidak mampu, pastilah bangsa kita tetap akan terbelenggu dengan penjajahan baru
versi globalisasi yang akan menghancurkan bangsa. Kasus Tenaga Kerja Indonesia
yang menjadi korban kekerasan, hendaknya menjadi salah satu hal yang perlu
diupayakan antisipasi melalui pendidikan.
Untuk itulah marilah
kita bersama-sama untuk membantu mewujudkan pencapaian tujuan pendidikan, yaitu
menurut UUD 1945 (versi Amendemen), Pasal 31, ayat 3 menyebutkan,
"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan
nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang." Pasal
31, ayat 5 menyebutkan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk
kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia." Jabaran UUD 1945
tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3
menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Bapak Pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa pendidikan memiliki hakikat
memanusiakan manusia dengan mewujudkan pribadi yang merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar