Rabu, 24 Maret 2010

Ujian Nasional

Ujian  Nasional ini kah bentuk Evaluasi?

Evaluasi pendidikan merupakan salah satu komponen utama yang tidak dapat dipisahkan dari rencana pendidikan. Namun, perlu dicatat bahwa tidak semua bentuk evaluasi dapat dipakai untuk mengukur pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Informasi tentang tingkat keberhasilan pendidikan akan dapat dilihat apabila alat evaluasi yang digunakan sesuai dan dapat mengukur setiap tujuan. Alat ukur yang tidak relevan dapat mengakibatkan hasil pengukuran tidak tepat bahkan salah sama sekali.
Ujian akhir nasional (UAN) merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan pemerintah. UAN merupakan bentuk lain dari ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) yang sebelumnya dihapus. Benarkah UAN merupkan alat ukur yang sesuai untuk mengukur tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang telah ditetapkan?
Dari berbagai sudut pandang dapat di analisis baik dari nilai positif (kelebihan) maupun nilai negatif (kelemahan) ujian nasional, dan bagaimanakah alternatif solusi yang terbaik untuk menentukan bagaimana model evaluasi yang baik dalam penentuan kelulusan. Dari kedua nilai tersebut nilai positif perlu kita pertahankan tetapi nilai negatif perlu adanya pembenahan/diluruskan diantara nilai-nilai yang perlu dibenahi dalam pelaksanaan UN antara lain :

Satu, menimbulkan peluang kecurangan. Seperti yang sering kita dengar bahwa dalam prakteknya sering terjadi kecurangan yang dilakukan oleh siswa maupun guru/sekolah. Kejadian ini terutama didasari motif bahwa sekolah tidak mau kalau siswanya tidak lulus karena menyangkut masa depan siswa dan nama baik sekolah. Dengan kecurigaan itu pula pelaksanaan UN dilaksanakan dengan penjagaan begitu ketat, hal tersebut bagi sebagian siswa menambah beban psikologis, selain menghadapi soal-soal UN juga menghadapi suasana yang berbeda dengan suasan pembelajaran di kelas, dari mulai masuk lingkungan sekolah yang diawasi pihak keamanan, pengawas ruangan dari sekolah lain dan di luar ruangan ujian Tim Pemantau Independen Ujian Nasional seolah tak mau kalah mengawasi setiap peserta.

Dua, belajar berorientasi nilai/kelulusan. Inilah yang seringkali menjadi dilema bagi para guru karena orientasi belajar siswa menjadi kabur, sekedar mendapat nilai dan kelulusan. Ujung-ujungnya pembelajaran menjadi kering, jauh dari internalisasi nilai-moral dan kurang memberdayakan potensi siswa secara komprehensif. Proses pembelajaran yang mestinya mengembangkan dan meningkatkan kognitif, afektif dan psikomotor siswa menjadi berubah dengan lebih menggenjot aspek kognitif semata, itu pun terbatas pada pelajaran yang di-UN-kan.

Tiga, munculnya bimbingan belajar dadakan. Momentum ujian nasional seakan menjadi lahan bisnis yang menjanjikan bagi pengelola bimbingan belajar. Mereka berupaya untuk meraih peserta sebanyak-banyaknya dengan beragam cara. Anehnya lagi pihak sekolah juga merasa belum maksimal dalam persiapan ketika belum melibatkan pihak bimbel. Bahkan fenomena yang terjadi sebagian masyarakat lebih percaya kepada lembaga bimbel ketimbang sekolah.

Empat, ketidak-konsitenan aturan pendidikan. Di satu sisi UU Sisdiknas (Pasal 58 ayat 1) menegaskan bahwa yang berhak melakukan evaluasi pembelajaran adalah guru sebagai bagian dari tugas yang diemban mereka meliputi perencanaan-pelaksanaan dan evaluasi. Namun, kenapa dalam evaluasi akhir menjadi pemerintah yang menentukan?.
Lima, Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat yang hanya menilai kemampuan berpikir rendah, yaitu kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafalkan soal dan jawabannya. Alat penilaian ini kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas karena tidak menggambarkan kemampuan peserta didik yang sesungguhnya.
Tulisan ini bukanlah untuk menunjukkan setuju atau tidak setuju dengan adanya ujian nasional, akan tetapi semestinya pelbagai kelemahan tersebut perlu mendapat perhatian dari pihak-pihak yang berkepentingan.